TEMANGGUNG - Bupati Temanggung, Agus Setyawan, menyoroti sejumlah regulasi pemerintah pusat yang menekan industri hasil tembakau dan berdampak langsung pada kesejahteraan petani serta buruh di daerah penghasil tembakau, khususnya Temanggung.
Pasalnya, Temanggung merupakan salah satu kabupaten penghasil tembakau terbesar di Indonesia, sehingga guncangan di industri tembakau akan langsung dirasakan oleh kabupaten “surga” tembakau tersebut.
Agus menyatakan rencana penyeragaman bungkus rokok yang sempat diajukan, namun akhirnya dibatalkan, merupakan langkah yang tepat.
“Regulasi dari luar negeri tidak bisa langsung diterapkan di Indonesia. Kita memiliki kondisi sosial dan ekonomi yang berbeda,” ungkap Agus, 23 Mei 2025.
Agus juga menyoroti kenaikan cukai rokok yang terus terjadi tiap tahun telah menurunkan penjualan, terutama di pabrikan golongan satu dan dua yang merupakan penampung terbesar tembakau rakyat. Hal ini, menurutnya, telah terbukti mengurangi daya serap bahan baku serta memukul ekonomi petani dan buruh tembakau.
“Cukai yang tinggi, pajak daerah, serta pembatasan distribusi menjadi faktor paling signifikan yang menekan industri. Dari sisi kesehatan mungkin baik, tapi dari sisi ekonomi sangat merugikan,” jelasnya.
Agus juga mengungkap bahwa akibat cukai yang tinggi, peredaran rokok ilegal meningkat dan kini diperkirakan mencapai lebih dari 30 persen dari total peredaran nasional.
Penurunan penyerapan tembakau berdampak langsung pada perputaran ekonomi di Temanggung. Dia menyebut peredaran uang pada saat musim panen di wilayah Temanggung, Wonosobo, dan sekitarnya, bisa mencapai Rp1,6 hingga Rp1,8 triliun.
Sebagai bentuk dukungan terhadap petani, Pemerintah Kabupaten Temanggung telah menyalurkan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) untuk peningkatan kualitas tembakau.
Namun, Agus menilai hal ini belum cukup. Ia mendesak pemerintah pusat agar mempertimbangkan subsidi terhadap tanaman unggulan daerah seperti tembakau, kopi, dan cabai.
Agus menyebut road map industri hasil tembakau agar juga memperhatikan industri rokok.
“Kami berharap ada keseimbangan antara kepentingan kesehatan dan ekonomi. Indonesia bukan Singapura atau Australia. Industri rokok kita melibatkan banyak pihak, dari hulu ke hilir,” tegasnya.[]